Alkisah, ada seorang pandita sakti. Seperti biasa selalu saja ada orang  yang datang mengunjunginya, entah apa yang mendorong mereka untuk rela  menempuh perjalanan jauh, siang dan malam, menaiki gunung dan menuruni  lembah yang tidak sedikit hanya untuk bisa berjumpa dengannya. 
Tak lupa para murid menyiapkan kopi Bali yang rasanya sudah sangat  terkenal kala itu, hasil olahan tangan-tangan trampil para murid senior  mengikuti arahan sang guru. 
Di antara para tamu yang datang tampaklah seorang pemuda sederhana,  berpakaian ala kadarnya namun bersih dan rapi. Dari raut mukanya tampak  dia bukanlah pemuda seperti pemuda kebanyakan. Wajahnya tenang, tatapan  matanya lembut tapi sangat tajam, menandakan dia bukanlah orang  sembarangan. Pemuda ini sangat sopan, perilakunya santun dan menarik  perhatian sang Pandita. 
Sambil tersenyum sang guru mendekati anak muda itu. Mereka duduk  berdampingan, kemudian bercakap-cakap dengan akrab seakan mereka telah  bersahat bertahun-tahun, padahal hari itu adalah hari pertama mereka  bertemu. Secara logika ada beberapa kemungkinan alasan kenapa mereka  bisa sangat cepat akrab. 
Pertama mungkin karena kehebatan sang guru dalam menerima  setiap tamu yang datang, pandai dalam berbicara dan mengambil hati  orang, menghargai setiap orang tidak dengan penampilan luarnya, sehingga  sang pemuda menjadi tidak canggung untuk berkelakar. 
Kedua, kemungkinan sang pemuda juga adalah orang yang  berpengalaman dalam bergaul, sehingga mudah akrab dan mampu mengimbangi  setiap topik pembicaraan yang diangkat oleh sang guru. 
Kemungkinan ketiga, keduanya memiliki kesamaan baik dalam hal  kesukaan, bakat, minat, aktivitas dan lain-lain. Kalo diperhatikan  dengan seksama memang secara fisik keduanya ada kemiripan. 
Sambil sesekali menegak kopi Bali, mereka berbincang-bincang dari  hal-hal kecil hingga hal-hal yang menyangkut masalah hidup dan kiat-kiat  mencapai kesuksesan dalam hidup. Tampaknya pemuda ini datang bukan  untuk berguru menjadi seorang pandita. Hal itu terlihat dari pertanyaan  yang diajukan pada sang guru, 
"Sudilah kiranya pandita memberikan petunjuk pada hamba yang muda ini  untuk mencapai hasil yang maksimal dalam setiap aktivitas yang  dijalani?" 
Sang Pandita mengelus janggutnya panjang. Beliau diam sejenak kemudian  dengan tersenyum manis ia menatap sang pemuda sambil berkata: 
"Anakku setiap orang pasti ingin berhasil dalam hidupnya, artinya dia  berhasil dalam setiap aktivitas yang dijalaninya, keberhasilan ini bisa  dicapai apa bila kita mampu menggunakan potensi/energi kita yang  terbatas secara optimal. Tidak ada pencuri energi (thief energy)  atau kebocoran-kebocoran energi (leak energy) dengan  memfokuskan pada proses bukan pada hasil dari setiap aktivitas itu, maka  pemanfaatan energi akan menjadi optimal, teguh menghadapi setiap  tantangan yang datang berkunjung, hasil optimal pun akan mudah dicapai". 
Sang pemuda termenung berusaha memahami yang dipaparkan sang guru. Dia  menarik nafas pelan, kemudian menghembuskannya dengan pelan, mengikuti  alur nafas secara alami tanpa berusaha untuk memaksa aliran nafas dalam  dirinya. Pikirannya mulai terkonsentrasi dengan baik. Dia melanjutkan  pertanyaannya: 
"Guru, kalau kita tidak memfokuskan diri para hasil, apakah itu berarti  kita tidak konsisten pada target, bukankah hasil baik yang ingin dicapai  sesungguhnya adalah target/goal dari setiap aktivitas yang  kita lakukan?" 
Sang guru tersenyum kembali, Dengan pandangan lembut ia melanjutkan  penjelasannya: 
"Anakku, engkau benar hasil yang diinginkan itu adalah target yang  dicanangkan, namun dengan memfokuskan diri pada proses yang sempurna  sudah pasti hasilnya akan baik. Namun bila energi kita banyak  terkonsumsi untuk hanya memikirkan hasil tanpa diiringi dengan praktik  nyata hanyalah sebuah mimpi. Oleh karenanya, fokuskanlah energimu pada  setiap proses, pusatkan pikiran untuk melakukan aktivitas dengan sebaik  mungkin, hasil baik pasti akan datang. Karena sesungguhnya dalam proses  itu kita bisa belajar banyak hal, kita bisa menemukan mutiara-mutiara  hidup yang tersembunyi, kita bisa mengetahui kelemahan dan kelebihan  kita." 
Demikian pula dalam Gita V-12 dikatakan: Seorang pengabdi  mencapai kedamaian dengan melepaskan keterikatan hasil kegiatan kerja,  tetapi mereka yang tidak menyatukan jiwanya dengan yang illahi, didorong  oleh keinginan-keinginan dan terikat dengan hasil kegiatan kerja  sehingga mereka terbelenggu. 
Orang yang terbelenggu akan sulit bergerak apalagi berlari dan terbang,  oleh karenanya marilah kita pusatkan energi dan pikiran kita pada  proses, bagaimana melakukan setiap aktivitas dengan sebaik mungkin,  hasilnya kita pikirkan ataupun tidak pasti akan datang.
http://www.andriewongso.com/artikel/artikel_anda/3820/Fokus_Pada_Proses_Bukan_Pada_Hasil/ 
Langganan:
Posting Komentar (Atom)




0 komentar:
Posting Komentar